السلام عليكم ورحمةالله وبر كاته selamat datang di blog saya,mohon maaf jika ada kekurangan,kesalahan dan kelebihannya yang datangnya dari saya dan kesempurnaan hanya milikNYA...^_^ selamat membaca dan silahkan pilih NASYID yang anda suka ^_^ semoga bermanfaat

Jumat, 06 Mei 2011

Dalil-Dalil Utama Salafush-Shalih yang Membolehkan Nyanyian dan Musik (Bagian II)

Ikhwah wa akhwat fiLLAAH a’azzakumuLLAAH, ketika ana menulis tulisan tentang perbedaan pendapat ulama Salaf tentang musik ini, yaitu sebagai bagian dari uraian ilmiah ana, bahwa perbedaan (ikhtilaf) di kalangan Salaf yang disandarkan kepada dalil shahih bisa lebih dari 1 pendapat, dan hendaknya orang-orang yang adil dan berilmu saat meniti jalan salaf tidak mencoba menggiring-giring dan membodoh-bodohi ummat yaitu dengan hanya menyampaikan 1 pendapat hasil tarjih sebagian mereka, kemudian meng-klaim-nya sebagai satu-satunya representasi pendapat Salaf dan memvonis pendapat yang berbeda, namun hendaklah mereka iltizam (komitmen) dengan manhaj Salaf, yaitu menjelaskan semua pendapat dan menghormatinya sepanjang semuanya didasarkan kepada dalil shahih.

Ketika ana sudah mulai menulis, ana ditaqdirkan ALLAAH SWT berkunjung ke Malaysia karena tugas dakwah dengan beberapa asatidz, dan saat ana kesana -dengan izin ALLAAH pula- ana sempat membaca sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Shaleh Kamil yang merupakan gabungan sekaligus intisari, dari berbagai tulisan-tulisan Syaikh Al-Qaradhawi tentang musik, yang diambil dari kitab-kitab beliau Al-Halal wa Al-Haram, Fatawa Al-Mu’ashirah, Malamih Mujtama’ Al-Muslim, Al-Islam wa Al-Fann, dll.

Sungguh kitab tersebut amat padat dan berisi -Semoga ALLAAH SWT membalas kebaikan yang banyak atas jasa Syaikh Shaleh atas juhudnya ini-, maka ana putuskan untuk menyampaikan (ringkasan atas ringkasan) dari buku tersebut untuk ikhwah wa akhwat fiLLAAH disini, karena tidak mungkin semuanya (disamping karena menjaga hak penulis, juga kitab tersebut cukup tebal hampir 500 halaman). Sehingga akan ana sampaikan khulashah pentingnya saja, berikut -sebagaimana biasa- ana lengkapi dengan berbagai muraja’ah takhrij baik terhadap kitab-kitab referensinya di kalangan Salaf maupun takhrij atas hadits-haditsnya semampu ana, semoga semakin menambah manfaatnya bagi ikhwah wa akhwat fiLLAAH semua, wamaa taufiiqii illa biLLAAHi ‘alayHI tawakkaltu wa ilayHI uniib…

Hujjah Kedua Berikut Bantahannya



Bahwa lafzh Al-Laghwu terdapat banyak dalam Al-Qur’an, dan tafsir yang paling tepat adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (tafsirul Qur’an bil Qur’an), maka untuk membuktikan kurang tepatnya menafsirkan lafzh al-laghwu dalam ayat di atas dengan makna musik, mari kita simak makna al-laghwu di berbagai ayat yang lainnya menurut tafsir ulama Salafus Shalih, sebagai berikut:

1. Makna Al-Laghwu di Al-Qur’an surat Al-Qashash:

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.”[1]

Berkata Imam At-Thabari dalam tafsirnya bahwa
maknanya adalah kata-kata yang bathil[2], juga dimaknai penafsiran Ahli Kitab yang bathil atas Al-Qur’an[3]; berkata Imam Ibnu Katsir bahwa maknanya agar jangan bergaul dengan orang-orang yang kurang akalnya dan suka berkata-kata kotor,[4] sebagaimana ana sampaikan di atas bahwa metode menafsirkan yang tepat adalah dengan mengkaitkannya dengan ayat sejenis, Imam Ibnu Katsirpun –rahimahuLLAAH- mengkaitkan juga tafsir ayat ini dengan lafzh Al-Laghwu dalam ayat di QS Al-Furqan, 72[5].

Imam –muhyis Sunnah- Al-Baghawi dalam tafsirnya juga memperkuat bahwa maknanya adalah kata-kata kotor[6]; Imam Al-Biqa’iy menafsirkannya: Apa-apa yang tidak bermanfaat baik dalam urusan agama maupun urusan dunia[7]; Imam An-Nasafiy menafsirkannya kebatilan atau celaan orang musyrikin kepada kaum beriman[8]; Imam Al-‘Izz bin Abdis Salaam menafsirkannya perubahan Ahli Kitab atas Taurat[9].

2. Makna Al-Laghwu di Al Qur’an surat Al-Furqan:

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”[10]

Berkata Imam At-Thabari dalam tafsirnya bahwa maknanya adalah penafsiran Ahli Kitab yang bathil atas Al-Qur’an[11], ada juga yang menafsirkan kata-kata jorok dalam masalah seksual, kebathilan orang musyrikin dan kemaksiatan secara umum[12] dan ini disepakati oleh Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya[13]; Imam Ibnu Katsir menyamakan maknanya dengan qawlaz-zuur[14]; Imam Al-Biqa’iy menafsirkannya semua perkataan dan perbuatan yang bathil[15]. Lebih lanjut bisa ditambah dengan hasil tela’ahan Syaikh Asy-Syinqithy dalam tafsirnya ayat ini[16] ditafsirkan dengan ayat yang lain, sesuai apa yang ana tulis. WalhamduliLLAAH.

3. Makna Al-Laghwu di Al Qur’an surat Al-Mu’minun:

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.”[17]

Berkata Imam At-Thabari dalam tafsirnya bahwa maknanya adalah hal-hal yang bathil dan dibenci ALLAAH SWT[18], Imam Al-Biqa’iy menafsirkannya: Apa-apa yang tidak bermanfaat[19]; Imam Al-Baghawi menyitir pendapat Ibnu Abbas bahwa maknanya: Syirik, Al-Hasan menafsirkannya: maksiat, Az-Zujjaj menafsirkannya: Semua yang bathil dan diharamkan baik perkataan maupun perbuatan[20]; Tiga penafsiran terakhir ini disepakati oleh Imam Ibnu Katsir[21].

Untuk memperkuat tema ini -Syaikh Al-Qaradhawi menambahkan- kalaupun ada yang ingin memaksakan, bahwa musik tetap disamakan dengan al-laghwu karena dianggap tidak bermanfaat, maka beliau katakan bahwa mendengar yang tidak bermanfaat tidak boleh diharamkan dan dianggap berdosa, selagi ia tidak mengabaikan yang benar dan melanggar yang haram.

Imam Ibnu Juraij (yang membolehkan mendengarkan musik) pernah ditanya (oleh mereka yang mengharamkan musik) sebagai berikut: “Jawablah olehmu, di hari Kiamat nanti musik itu akan datang di kitab hasanat (kebaikan)-mu atau sayyi’at (keburukan) –mu?” Maka jawab beliau –rahimahuLLAAH-: “Tidak di hasanat maupun di sayyi’at, karena ia adalah sebagaimana al-laghwu dalam firman-NYA:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

“ALLAAH tidak akan menyiksa kamu akibat al-laghwi dalam sumpah-sumpahmu, melainkan IA akan mengazabmu karena dosa yang disengaja dari dalam hatimu..”[22]

Dengan demikian nampaklah bagi para thalabul ‘ilmi kebenaran penafsiran ayat ini ada pada lisan Imam Abu Ja’far At-Thabari –rahimahuLLAAH-, bahwa makna Al-Laghwu tersebut bersifat umum dan tidak ada dalil yang disepakati yang menyatakan kekhususan maknanya. waliLLAAHil hamdu wal minah…

___
Catatan Kaki:

[1] QS Al-Qashash, 28/55

[2] Tafsir At-Thabari, XIX/597

[3] Ibid.

[4] Tafsir Ibnu Katsir, VI/245

[5] Ibid.

[6] Tafsir Al-Baghawi, VI/214

[7] Tafsir Al-Biqa’iy, VI/195

[8] Tafsir An-Nasafiy, III/48

[9] Tafsir Ibni Abdis Salaam, XXVIII/55

[10] QS Al-Furqan, 25/72

[11] Tafsir At-Thabari, XIX/314.

[12] Ibid, XIX/315

[13] Tafsir Al-Baghawi, VI/99

[14] Tafsir Ibnu Katsir, VI/131

[15] Tafsir Al-Biqa’iy, VI/46

[16] Tafsir Asy-Syinqithy, VI/120

[17] QS Al-Mu’minun, 23/3

[18] Tafsir At-Thabari, XIX/10.

[19] Tafsir Al-Biqa’iy, V/391

[20] Tafsir Al-Baghawi, V/409

[21] Tafsir Ibnu Katsir, V/462

[22] QS Al-Baqarah, 2/225

Sumber : http://www.al-ikhwan.net/dalil-dalil-ulama-salafus-shalih-yang-membolehkan-nyanyian-dan-musik-bagian-i-159/

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Zulfa Visit me on Facebook