السلام عليكم ورحمةالله وبر كاته selamat datang di blog saya,mohon maaf jika ada kekurangan,kesalahan dan kelebihannya yang datangnya dari saya dan kesempurnaan hanya milikNYA...^_^ selamat membaca dan silahkan pilih NASYID yang anda suka ^_^ semoga bermanfaat

Rabu, 24 Agustus 2011

WANITA YANG DILARANG UNTUK DINIKAHI

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

"Jangan engkau kawini wanita yang enam: yang ananah, yang mananah, dan yang hananah, dan jangan engkau kahwini yang hadaqah, yang baraqah dan yang syadaqah." -[Imam Al-Ghazali]-

-Wanita Ananah :

Wanita yang banyak mengeluh dan mengadu dan tiap saat memperalatkan sakit atau berpura-pura sakit.

-Wanita Mananah :

Wanita yang suka mengungkit-ngungkit terhadap suaminya. Wanita ini sering menyatakan seperti; "Aku membuat itu karenamu"

-Wanita Hananah :

Wanita yang menyatakan kasih sayangnya kepada suaminya yang lain, yang dikahwininya sebelum ini atau kepada anaknya dari suami yang lain.

-Wanita Hadaqah :

Wanita yang melemparkan pandangan dan matanya pada tiap sesuatu, lalu menyatakan keinginannya untuk memiliki barang itu dan memaksa suaminya untuk membelinya.

-Wanita Baraqah :

1) Wanita yang sepanjang hari mengilatkan dan menghias mukanya.
2) Wanita yang marah ketika makan dan tidak mau makan kecuali sendirian dan diasingkannya bagiannya.

-Wanita Syadaqah :

Wanita yang banyak bercakap perkara yang lagha (sia-sia) dan lagi membisingkan.

Semoga dapat menjadi bahan renungan bersama...
Read More..

* Untukmu Bakal 'Imam'ku


‎(¨`v´¨) `• .¸.•´ .¸.• ¸.•´¨)*Untukmu Bakal 'Imam'ku* (¸.• ´....(¸.•´*`°♥° .بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ♥ღ☆ღ Untukmu Bakal 'Imam'ku yang tiada siapapun mengenali termasuklah diri ini, dirimu masih rahasia penciptamu..rahasia yang telah ditentukan untukku, yang perlu kusingkap dengan segunung taubat dan sepenuh sungguhan sujudku, cuma jambatan istikharah jua yang bisa merangkai rahasiaku ini.... Ketahuilah wahai mujahidku, Ketahui namamu tidak menjadi idamanku, apalagi untuk menatap wajahmu, menggeletar diri ini apabila terfikirkan azab Allah, justru diri ini amat bersyukur karena masih tidak ditakdirkan sembarang pertemuan antara kita, ku bimbang andai terjadi pertemuan itu sebelum lafaz akad darimu, sungguh kita menempuh siksaan Allah. Ya Tuhan kami lindungi kami... Biar bertahun lama, yang ku tunggu bukan dirimu tetapi yang ku tunggu adalah lafaz akad yang akan membimbing diri ini ke Jannah Allah. Apalah artinya perasaan kasih yang bersemi untukmu suamiku andai maharnya bukan kemampuanmu untuk mendidikku menjadi mujahidah yang mencintai DIA lebih dari segala... Tiada yang lebih bahagia suamiku, melainkan didikanmu yang akan membuat diri ini mencintai perjuangan menegakkan Dien ini, berikan ku sepenuh kekuatanmu dalam mendidik iman ku agar syahid ku damba, berikanku segala kasihmu jua agar sujudku kan tegar padaNya dalam memohon dikurniakan pada kita mujahid-mujahid yang akan menyambung perjuangan abah mereka. Berikanku sepenuhnya sebagian hati yang kau sediakan untuk diriku, agar sebagian hati mu itu akan menjadi inspirasi padaku untuk menghantar satu per satu mujahid kita ke medan jihad. Mungkin kau heran suamiku, mengapa diri ini hanya maukan sebagian hatimu dan bukan sepenuhnya. Suamiku, hatimu itu milik Rabbul jalil, dan kumohon sebagian itu sebagai semangatku wahai suamiku. Dari awal lagi sudah kudidik hati ini, bahwa dirimu, suamiku, bukan milikku dan juga mujahid-mujahidku itu bukan milikku... kalian milik Allah, dan diriku hanya medan yang diciptakanNya untuk menyambung generasi jihad dari rahim ini. Wahai suamiku, seadanya diri ini sekarang, hanyalah dalam mujahadah mentarbiyyah jiwa agar diriku bisa menjadi sayapmu mengenggam syahid. Tersangatlah bimbang diri ini andai ku gagal mendidik hati, karna yang kuimpi seorang pejuang untuk menyambung jihad yang terbentang dengan melahirkan para mujahid... Wahai suamiku, walau dimana jua dirimu dan siapa jua dirimu yang pasti bersama kita mendidik hati mencintai SYAHID demi ridhaNya, sebagai hamba yang menikmati kurniaan yang tidak terkira dari Rafi'ul A'la, bersamalah kita bersyukur, bersyukur dengan mencintai DIA lebih dari segala isi dunia dan dunia ini...karna hilang arti pada sebuah kehidupan andai cinta dari Allah tidak kita balas, andai cinta sementara bisa melukakan hati sepatutnya hati-hati kita robek sudah karna gagal membalas segunung cinta dari DIA Maha Esa... Semoga semuanya terjawab dalam sujud yang kita labuhkan demi ridhaNya... biarlah seribu malam berlalu tapi pastikan ianya berlalu dengan alunan sendu dalam sujud kita diatas lembaran tahajjud... (¯`v´¯)♥ Karena aku Makin Mencintai-Mu ♥ `·.¸.·``(´'`v´'`)♥(¯`v´¯)♥(¯`v´¯)♥(¯`v´¯) ..♥♥...♥.`•.¸.•´♥. `·.¸.·`.♥`·.¸.·`♥" Sang Pencari Cinta Sejati-Nya"♥ (¯`v´¯)♥:(¯`v´¯)♥:(¯`v´¯)♥:(¯`v´¯)♥:(¯`v´¯)♥:(¯`v´¯)♥:(¯`v´¯)♥ `·.¸.·`¸.´`·.¸.·`¸.´`·.¸.·`¸.``·.¸.·`¸.``·.¸.·`¸.``·.¸.·`¸.´`·.¸.· ♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥::♥::♥ hamba ﷲ♥::♥::♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫ (´'`v´'`) `•.¸.•´ Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan manfaat... .¸.•´¸.•*¨) (¸.•´ (¸.•´ ♥ SALAM UHIBBUKUM FILLAH ♥ Aamiin ya Robbal 'alamiin ♥ ♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ* •*¨*• *ღ☆ღ*♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ•♫ Silahkan Kunjungi Juga Blog "BDMCS" Bidadari Dunia Mencari Cinta Sejati-Nya " http://abu-azvhirandha.blogspot.com/2011/06/untukmu-bakal-imamku.html
Read More..

♥♥ PACARAN, Gak Gue Bangeet ♥♥


♥♥ PACARAN, Gak Gue Bangeet ♥♥

Pertanyaan:

1. Apabila seorang muslim ingin menikah, bagaimana syariat mengatur cara mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dalam Islam?

2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?

3. Bagaimana hukum seorang ikhwan (lelaki) mengungkapkan perasaannya (sayang atau cinta) kepada akhwat (wanita) calon istrinya?

Jawab :

Benar sekali pernyataan anda bahwa pacaran adalah haram dalam Islam. Pacaran adalah budaya dan peradaban jahiliah yang dilestarikan oleh orang-orang kafir negeri Barat dan lainnya, kemudian diikuti oleh sebagian umat Islam (kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala), dengan dalih mengikuti perkembangan jaman dan sebagai cara untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Syariat Islam yang agung ini datang dari Rabb semesta alam Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, dengan tujuan untuk membimbing manusia meraih maslahat-maslahat kehidupan dan menjauhkan mereka dari mafsadah-mafsadah yang akan merusak dan menghancurkan kehidupan mereka sendiri.

Ikhtilath (campur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram), pergaulan bebas, dan pacaran adalah fitnah (cobaan) dan mafsadah bagi umat manusia secara umum, dan umat Islam secara khusus, maka perkara tersebut tidak bisa ditolerir. Bukankah kehancuran Bani Israil –bangsa yang terlaknat– berawal dari fitnah (godaan) wanita? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Telah terlaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil melalui lisan Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa bin Maryam. Hal itu dikarenakan mereka bermaksiat dan melampaui batas. Adalah mereka tidak saling melarang dari kemungkaran yang mereka lakukan. Sangatlah jelek apa yang mereka lakukan.” (Al-Ma`idah: 79-78)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah memesona), dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah (penghuni) di atasnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena sesungguhnya awal fitnah (kehancuran) Bani Israil dari kaum wanita.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan umatnya untuk berhati-hati dari fitnah wanita, dengan sabda beliau:

“Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya terhadap kaum lelaki dari fitnah (godaan) wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)

Maka, pacaran berarti menjerumuskan diri dalam fitnah yang menghancurkan dan menghinakan, padahal semestinya setiap orang memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu karena dalam pacaran terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:

1. Ikhtilath, yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhkan umatnya dari ikhtilath, sekalipun dalam pelaksanaan shalat. Kaum wanita yang hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid.

Dan seusai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiam sejenak, tidak bergeser dari tempatnya agar kaum lelaki tetap di tempat dan tidak beranjak meninggalkan masjid, untuk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga tidak berpapasan dengan jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam Shahih Al-Bukhari. Begitu pula pada hari Ied, kaum wanita disunnahkan untuk keluar ke mushalla (tanah lapang) menghadiri shalat Ied, namun mereka ditempatkan di mushalla bagian belakang, jauh dari shaf kaum lelaki.

Sehingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menyampaikan khutbah, beliau perlu mendatangi shaf mereka untuk memberikan khutbah khusus karena mereka tidak mendengar khutbah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim.

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sebaik-baik shaf lelaki adalah shaf terdepan dan sejelek-jeleknya adalah shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf terakhir, dan sejelek-jeleknya adalah shaf terdepan.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal itu dikarenakan dekatnya shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan shaf terjelek, dan jauhnya shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki sehingga merupakan shaf terbaik. Apabila pada ibadah shalat yang disyariatkan secara berjamaah, maka bagaimana kiranya jika di luar ibadah? Kita mengetahui bersama, dalam keadaan dan suasana ibadah tentunya seseorang lebih jauh dari perkara-perkara yang berhubungan dengan syahwat. Maka bagaimana sekiranya ikhtilath itu terjadi di luar ibadah? Sedangkan setan bergerak dalam tubuh Bani Adam begitu cepatnya mengikuti peredaran darah . Bukankah sangat ditakutkan terjadinya fitnah dan kerusakan besar karenanya?” (Lihat Fatawa An-Nazhar wal Khalwah wal Ikhtilath, hal. 45)

Subhanallah. Padahal wanita para shahabat keluar menghadiri shalat dalam keadaan berhijab syar’i dengan menutup seluruh tubuhnya –karena seluruh tubuh wanita adalah aurat– sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31, tanpa melakukan tabarruj karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mereka melakukan hal itu dalam surat Al-Ahzab ayat 33, juga tanpa memakai wewangian berdasarkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya :

“Hendaklah mereka keluar tanpa memakai wewangian.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang siapa saja dari mereka yang berbau harum karena terkena bakhur untuk untuk hadir shalat berjamaah sebagaimana dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 53:

“Dan jika kalian (para shahabat) meminta suatu hajat (kebutuhan) kepada mereka (istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka mintalah dari balik hijab. Hal itu lebih bersih (suci) bagi kalbu kalian dan kalbu mereka.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka berinteraksi sesuai tuntutan hajat dari balik hijab dan tidak boleh masuk menemui mereka secara langsung. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Maka tidak dibenarkan seseorang mengatakan bahwa lebih bersih dan lebih suci bagi para shahabat dan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan bagi generasi-generasi setelahnya tidaklah demikian.

Tidak diragukan lagi bahwa generasi-generasi setelah shahabat justru lebih butuh terhadap hijab dibandingkan para shahabat, karena perbedaan yang sangat jauh antara mereka dalam hal kekuatan iman dan ilmu.

Juga karena persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para shahabat, baik lelaki maupun wanita, termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bahwa mereka adalah generasi terbaik setelah para nabi dan rasul, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Demikian pula, dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan berlakunya suatu hukum secara umum meliputi seluruh umat dan tidak boleh mengkhususkannya untuk pihak tertentu saja tanpa dalil.” (Lihat Fatawa An-Nazhar, hal. 11-10)

Pada saat yang sama, ikhtilath itu sendiri menjadi sebab yang menjerumuskan mereka untuk berpacaran, sebagaimana fakta yang kita saksikan berupa akibat ikhtilath yang terjadi di sekolah, instansi-instansi pemerintah dan swasta, atau tempat-tempat yang lainnya. Wa ilallahil musytaka (Dan hanya kepada Allah kita mengadu)

2. Khalwat, yaitu berduaannya lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami? ” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah kebinasaan.” (Muttafaq ‘alaih, dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram.” (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Hal itu karena tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya sebagai pihak ketiga, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sekali-kali dia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya, karena setan akan menyertai keduanya.” (HR. Ahmad)

3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.”

Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata . Mendengar ucapan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan.

Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan.

Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina kalbu.

Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, pada syarah hadits no. 16 22)

Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra`: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226)

Meskipun sentuhan itu hanya sebatas berjabat tangan maka tetap tidak boleh. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

“Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita (selain mahramnya), melainkan beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” (HR. Muslim)

Demikian pula dengan pandangan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat An-Nur ayat 31-30:

“Katakan (wahai Nabi) kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka (dari halhal yang diharamkan) –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat, hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka (dari hal-hal yang diharamkan)….”

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.”

Adapun suara dan ucapan wanita, pada asalnya bukanlah aurat yang terlarang. Namun tidak boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lebih dari tuntutan hajat (kebutuhan), dan tidak boleh melembutkan suara. Demikian juga dengan isi pembicaraan, tidak boleh berupa perkara-perkara yang membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian maka suara dan ucapannya menjadi aurat dan fitnah yang terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Maka janganlah kalian (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berbicara dengan suara yang lembut, sehingga lelaki yang memiliki penyakit dalam kalbunya menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf (baik).” (Al-Ahzab: 32)

Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabatnya, lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingannya dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tidak berbicara lebih dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.

Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri.

Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Demikian pula halnya berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yang ingin dilamar dan bergaul dengannya dalam rangka saling mengenal karakter dan sifat masing-masing, karena perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Wallahul musta’an (Allah-lah tempat meminta pertolongan).

Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan.

Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela.

Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda:

“Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya . Adapun Mu’awiyah, dia adalah lelaki miskin yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (HR. Muslim)

Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon istri yang dilamar sesuai dengan tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata: “Bolehnya berbicara dengan calon istri yang dilamar wajib dibatasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, karena setiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”

Perkara ini diistilahkan dengan ta’aruf. Adapun terkait dengan hal-hal yang lebih spesifik yaitu organ tubuh, maka cara yang diajarkan adalah dengan melakukan nazhor, yaitu melihat wanita yang hendak dilamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yang membutuhkan pembahasan khusus .

Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaat.
Salam Uhibbukum Fillah.


♥♥ Khairy Athaa Mufid ♥♥


Read More..

♫•*¨DUHAI CALON SUAMIKU ¨*•♫

Duhai caLon suamiku....

bila kelak disaat kita hidup bersama kalaulah masih ada yg terlihat salah pada diriku, semoga engkau bisa melihat kebaikanku yang lain. Bukankah Allah SWT yang mempertemukan dan menyatukan hati kita, berpesan, "Dan pergaulilah mereka (isterimu) dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS: An Nisa' 19]. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang kita cintai pun berpesan, "Sempurnanya iman seseorang mukmin adalah mereka yang baik akhlaknya, dan yang terbaik (pergaulannya) dengan istri-istri mereka." Jika engkau melihat kekurangan pada diriku, ingatlah kembali pesan beliau, Jangan membenci seorang mukmin (laki-laki) pada mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai. (HR. Muslim)

Sadarkah engkau bahwa tiada manusia di dunia ini yang sempurna segalanya? Bukankah engkau tahu bahwa hanyalah Allah yang Maha Sempurna. bukankah kurang bijaksana bila kau hanya menghitung-hitung kekurangan pasangan hidupmu? Janganlah engkau mencari-cari selalu kesalahanku, padahal aku telah taat kepadamu.

Saat diriku rela pergi bersama dirimu, kutinggalkan orangtua dan sanak saudaraku, ku ingin engkaulah yang mengisi kekosongan hatiku. Naungilah diriku dengan kasih sayang, dan senyuman darimu. Ku ingat pula saat aku ragu memilih siapa pendampingku, ketakwaan yang terlihat dalam keseharianmu-lah yang mempesona diriku. Bukankah sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Ali bin Abi Tholib saat ditanya oleh seorang, "Sesungguhnya aku mempunyai seorang anak perempuan, dengan siapakah sepatutnya aku nikahkan dia?" Ali r.a. pun menjawab, "Kawinkanlah dia dengan lelaki yang bertakwa kepada Allah, sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika ia tidak menyukainya maka dia tidak akan menzaliminya." Ku harap engkaulah laki-laki itu, duhai suamiku.

Saat terjadi kesalahan yang tak sengaja ku lakukan, mungkin saat itu engkau mendambakan diriku sebagai istri tanpa kekurangan dan kelemahan. Perbaikilah kekurangan diriku dengan lemah lembut, janganlah kasar terhadapku. Bukankah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah mengajarkan kepada dirimu, saat Muawiah bin Ubaidah bertanya kepada beliau tentang tanggungjawab suami terhadap istri, beliaupun menjawab, "Dia memberinya makan ketika ia makan, dan memberinya pakaian ketika dia berpakaian." Janganlah engkau keras terhadapku, karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pun tak pernah berbuat kasar terhadap istri-istrinya.

Duhai Calon Suamiku...
Tahukah engkau anugerah yang akan engkau terima dari Allah di akhirat kelak? Tahukah engkau pula balasan yang akan dianugerahkan kepada suami-suami yang berlaku baik terhadap istri-istri mereka? Renungkanlah bahwa, "Mereka yang berlaku adil, kelak di hari kiamat akan bertahta di singgasana yang terbuat dari cahaya. Mereka adalah orang yang berlaku adil ketika menghukum, dan adil terhadap istri-istri mereka serta orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya." [HR Muslim]. Kudoakan bahwa engkaulah yang kelak salah satu yang menempati singgasana tersebut, dan aku adalah permaisuri di istanamu.

Jika engkau ada waktu ajarkanlah diriku dengan ilmu yang telah Allah berikan kepadamu. Apabila engkau sibuk, maka biarkan aku menuntut ilmu, namun tak akan kulupakan tanggungjawabku, sehingga kelak diriku dapat menjadi sekolah buat putra-putrimu. Bukankah seorang ibu adalah madrasah ilmu pertama buat putra-putrinya? Semoga engkau selalu mendampingiku dalam mendidik putra-putri kita dan bertakwa kepada Allah.

Wahai Allah,
Engkau-lah saksi ikatan hati ini...
Aku telah jatuh cinta kepada lelaki pasangan hidup ku,
jadikanlah cinta ku pada suamiku ini sebagai penambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
Namun, kumohon pula, jagalah cintaku ini agar tidak melebihi cintaku kepada-Mu,
hingga aku tidak terjatuh pada jurang cinta yang semu,
jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu. Jika ia rindu,
jadikanlah rindu syahid di jalan-Mu lebih ia rindukan daripada kerinduannya terhadapku,
jadikan pula kerinduan terhadapku tidak melupakan kerinduannya terhadap surga-Mu.
Bila cintaku padanya telah mengalahkan cintaku kepada-Mu,
ingatkanlah diriku, jangan Engkau biarkan aku tertatih kemudian tergapai-gapai merengkuh cinta-Mu.

Ya Allah,
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu,
telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,
telah berpadu dalam membela syariat-Mu.
Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.

Amin ya rabbal alamin.

duhai calon suamiku..

siapapun dirimu..ingatlah bahwa bukan urutan pertama, kedua atau ketiga yang kubutuh darimu. tapi hanyalah sebuah komitmen suci atas nama ALLAH.. yang kita sadari bersama bukan kesenangan duniawi semata yag kita cari...hingga kita dapat berbuat seimbang dalam menikmati nikmat dunia dan menabung demi bekal akhirat kelak..

duhai calon suamiku..

bukan diagung-agungkan yg kuinginkan darimu..tapi hanyalah sekedar kerendahan hati untuk saling mengerti dan berbagi suka dan duka itu.. dan motivasi serta saling mengingtkan dalam segala hal untuk memperbaiki diri dari detik ke detik yg kita tidak pernah tau kapan detik terakhir kita di dunia..

duhai calon suamiku...kuharap kaulah lelaki soleh lagi mensolehkan itu, semoga diri yg nista ini..masih pantas mereguk nikmat agung itu..

dan ingatkan aku,,tuk trus bermuhasabah, agar pantas mendampingimu dunia akhirat..

..aamiin Allahumma aamiin..”
Read More..

♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫AKHI KU TUNGGU PINANGANMU♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫

♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Akhi..
Jangan engkau puja puji kami bila pujianmu hanyalah janji-janji yang tak menentu. Hanya membuatku terlena dan terbuai hingga kami lupa bahwa kita sedang bermaksiat. Kau puji diriku,tapi kau hanya ingin membuatku tersenyum dan makin terbuai rayuanmu. Tidak.. tidak akhi,kami ingin kau puji setelah kau halal bagiku. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Tak akan kami langgar iffah ku dengan ajakan khalwat dari mu.
Engkaupun sebenarnya tau,hal itu hanya akan menimbulkan badai kelabu yang membuat kita tak berdaya karna pihak ketiga yang tak lain syetan yang ada di dekat kita. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Jagalah sikapmu pada kami,maka akankami jaga sikapku padamu,kami lemah akan sanjunganmu. Kecintaan ini ingin kami persembahkan kelak untuk suami,cinta nan kasih ini yang akan kami tuai untuk mencari ke ridhoan suami kelak. Jadi bagaimana mungkin kami mencinta pada hal yang tidak halal bagi kami, tentu Allah tak akan pernah ridho pada kami. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Jilbabku untuk melindungi kehormatan kami,santun kami untuk menjaga iffah . Jangan kau lenakan kami agar kami lepas kehormatan di hadapanmu sebelum engkau halal bagi kami. kami ingin engkau ikut menjaga kehormatan kami dengan menjaga kami,bukan malah membawa pada kenistaan. Agar kau mampu menjaga kami secara utuh,Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
kami memang tak sesempurna Aisyah dalam kecerdasan nya ataupun Fatimah dengan kelembutannya. Tapi kamiakan berusaha cerdas layaknya Aisyah dalam naunganmu dan kami akan berusaha selembut Fatimah dalam menenangkanmu.Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Kau memang tak sehebat Ali ataupun sekuat Umar,tapi kau akan menjadi hebat layaknya Ali ketika kau menjaga kami dalam kelemahan kami dan kau akan sekuat Umar agar kami tidak selalu menjadi tulang yang bengkok. Kami butuh imam yang bisa menjaga ke imanan,bukan yang mebawa kami pada jurang maksiat. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Sungguh,kami memang tidak mampu menahan kala kami jatuh hati,tapi kami tak akan mengobral pesona kami hanya karna cinta yang menuntut nafsu pada keramahan syetan pada kami. Bukanlah jatuh cinta bila kau ajak kami pada kemaksiatan. Bila kau memang jatuh cinta pada kami,jangan kau bebankan deritamu pada hati yang akan memuntutmu untuk berbuat nista. Ijinkan kami menjaga hatimu,agar kita bisa menjelang bersama Jannah Nya.Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..


“Wahai jika engkau memiliki cinta
Dan telah terdorong dengan kerinduan
Maka anggaplah jarak perjalanan itu dekat
Karna kecintaan dan kerelaanmu pada penyeru
Ketika mereka menyeru..!!
Maka katakanlah,kami penuhi panggilanmu.
Seribu kali dengan sempurna
Janganlah kau berpaling
Hanya karna melihat gerimis
Jika engkau melihatnya “( Fii Zilalil Mahabbah )”
Read More..

Selasa, 23 Agustus 2011

BAYANGKANLAH BILA AKU TAK SETIA

“Bayangkanlah bila aku tak setia”

Seketika wajah istriku memerah ketika pernyataan itu kuungkapkan tadi malam. Ada getar kemarahan yang siap menyemburat dari rona wajahnya, namun ia masih mencoba menahannya. Belum selesai tarikan nafasnya yang kesekian setelah pernyataan itu, ia langsung membalikkan badannya memunggungi aku. Aku tersenyum, “berhasil …” pikirku.

Ya, aku berhasil membuatnya semakin sayang kepadaku. Anda bisa saja melakukan hal yang sama (jika berani) untuk membuat sayang dan cinta pasangan Anda tetap bergelora sepanjang masa. Memang, pernyataan itu bisa berimplikasi ketika Anda tak segera mengklarifikasinya. Seperti kejadian malam itu, setelah berbalik dan memunggungi, aku biarkan ia melakukan hal itu selama ia mau. Karena aku tahu, di benaknya terngiang-ngiang kata-kata: “bayangkanlah bila aku tak setia” dan dimatanya, hanya diriku yang singgah disana.

Dan itu terbukti, setelah beberapa saat kupikir ia tidur dan bersikap masa bodoh dengan ungkapanku yang aneh itu, ternyata ia tidak bisa memejamkan mata dan terus memikirkan kata-kata itu. “Dik …, abangkan cuma bilang, bayangkan … dan itu belum tentu terjadi. Abang belum melanjutkan pernyataan berikutnya”

Dan benar, selang satu jam dari pernyataan pertama, aku ucapkan pernyataan kedua, “Bayangkanlah dik, bila Abang mendahului adik menghadap Allah”. Serta merta ia berbalik dan memelukku erat, beberapa tetes air bening keluar dari sudut matanya yang cantik. Maaf, aku tidak bisa menceritakan kepada Anda tentang kehangatan cinta dan sayang malam itu, jika Anda tak melakukannya sendiri. Yang jelas, aku berhasil melakukan satu terapi yang tepat untuk tetap membuat istriku sayang dan cinta kepadaku.

Bagaimana dan mengapa hubungan dapat berlangsung dan dapat gagal? Secara sederhana dapat dijelaskan, Anda tidak dapat menghargai apa yang Anda anggap sebagai sesuatu yang memang sudah semestinya Anda miliki. Inilah sebabnya mengapa orang-orang tidak merasa berbahagia dengan kehidupan yang mereka miliki. Mereka selalu menginginkan lebih banyak tapi tidak pernah bersyukur terhadap apa yang mereka miliki. Dan apabila Anda tidak mensyukuri apa yang Anda miliki, Anda akan mulai beranggapan bahwa hal itu memang sudah semestinya Anda miliki. Apabila Anda memiliki anggapan yang demikian, maka Anda tidak lagi menganggap berharga apa yang Anda miliki. Dan apabila Anda tidak menganggap berharga apa yang Anda miliki, Anda tidak dapat menikmati apa yang Anda miliki.

Hal yang sama juga berlaku dalam setiap hubungan. Dalam hal ini, bagi Anda pasangan suami istri, apabila pasangan Anda menganggap Anda sebagai orang yang memang sudah semestinya ada, maka dia tidak akan menganggap Anda sebagai orang yang berharga dan dia akan mulai mencari orang lain. Contoh sederhana, misalkan saja Anda pergi ke dokter, dan dokter mengatakan bahwa Anda akan kehilangan pendengaran, barangkali Anda akan segera menyadari bahwa suara indah istri Anda tak akan pernah lagi terdengar. Itu baru pendengaran, bayangkanlah jika tidak sekedar pendengaran yang hilang, misalnya, penglihatan atau bahkan pasangan Anda pergi untuk selamanya.

Ada sebuah pesan Nabi agar kita senantiasa mengingat 5 hal sebelum datangnya 5 hal yang lain, yakni sehat sebelum datangnya sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, waktu lapang sebelum kesempitan tiba dan hidup sebelum mati. Pesan Nabi itu senantiasa mengingatkan kita bahwa rasa bersyukur kita akan muncul ketika diingatkan bahwa apa yang kita anggap sebagai sesuatu yang sudah semetinya kita miliki itu sesungguhnya belum tentu kita miliki (selamanya). Anda tidak bisa menganggap sesuatu yang sudah Anda miliki saat ini sebagai hal yang tidak mungkin terpisah dari Anda, karena setiap saat, semua yang Anda miliki itu dapat saja hilang dan berpisah.

Anda pernah cemburu? Atau pasangan Anda cemburu? Jangan khawatir, karena itu justru akan semakin mengeratkan hubungan Anda. Apabila Anda atau pasangan Anda sedikit mengkhawatirkan hubungan Anda, ini artinya bahwa di dalamnya ada unsur keraguan, sehingga kekhawatiran ini tidak akan menghilangkan keangkuhan dan tidak bersyukur. Untuk itu, Anda perlu menciptakan unsur ketidakpastian agar Anda tidak kehilangan kasih sayang untuk lebih mengeratkan hubungan.

Tanpa adanya unsur keraguan akan muncul perasaan bahwa “Anda akan selalu ada”. Apabila perasaan seperti ini muncul, maka pasangan Anda tidak akan lagi menganggap bahwa Anda orang yang luar biasa, sehingga hilanglah penghargaannya kepada Anda. Jika pasangan Anda sudah menganggap bahwa Anda memang sudah semestinya ada, padamlah perasaan kasih sayang. Tapi jangan takut, dalam waktu sedetik Anda dapat menghidupkan kembali perasaan sayang dan hubungan akan (semakin) menjadi erat dengan cara memperkenalkan unsur keraguan.

Satu kesalahan yang sering kita lakukan dan sangat disayangkan, ketika kita merasa tidak aman terhadap sebuah hubungan, kita justru lebih memperparahnya dengan menegaskan bahwa Anda selamanya miliknya, sehingga hilanglah unsur keraguan yang menyadarkan bahwa Anda tidak selalu mesti ada. Sepintas sih, setiap pasangan yang diberi kata-kata penegasan, bahwa Anda miliknya selamanya, akan tersenyum. Padahal kalau mau direnungi lagi, hal itu jelas merupakan kesalahan yang lumayan fatal. Inilah fakta tentang karakter manusia. Jadi, jika ingin terus disayang dan dicinta, ingatkanlah selalu pasangan Anda agar senantiasa menganggap bahwa setiap saat dia bisa saja berpisah dan kehilangan Anda. Berani mencoba? Hmmm …
(David J Lieberman, penulis buku Get Anyone To Do Anything)

Referensi Lainnya : http://forumbisnisdanpromosi.blogspot.com/2011/08/kisah-cinta-rasululloh-dan-khadijah-ra.html
Read More..

Rabu, 06 Juli 2011

Gadis Yang Tak Berdosa

Peristiwa brikut ni mngishkan ttng seorng gadis tak brdosa yg d kubur hidup2
Orang2 dr suku Banu Tamim pd zaman Arab Jahiliyah sngt gemar mlakukan prbuatn yg tdk manusiawi ini.Kepala Suku Bani Tamim yakni Qais bin 'Asim,stelh memeluk Islam mgaku kpd Rasulullah SAW.sbg brikut:

"Wahai psuruh Allah,ktika ak sdng brada d tmpt yg jauh dr rumh dlm sbuah prjalnan,istriku tlh mlahirkn ank prmpuan.Memanfaatkn ksmpatn krn kpergianku,krn dorongn nalurinya,ibunya mnyusuinya slama bbrpa hri.Stlh bbrp hari -tkut ak akn mnguburknnya hidup2- ia mngirimkn ank trsbtkgd saudra prempuannya untk dplihara.Ktika ak pulng dr prjalnan,ak dberitahu bhwa istriku tlh mlahirkn bayi yg tlh mati.Dgn dmikian,prsoaln trsbt trtangguhkn.Ank trsbt tetp dlm pmeliharaan n dibesarkn olh bibinya slma bbrapa thn.Pd suatu ktika,ak prgi dr rumh spnjng hari.mengira bhwa ak prg untk wkt yg lma,istriku branggapn tentunya aman untk memanggil ank prempuañya untk brkumpul dgn nya bbrp wkt slma kpergianku

Read More..

PAHALA BAGI ORANGTUA YANG DI TINGGAL MATI ANAKNYA




ABU MUSA AL-ASY'ARY r.a.meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.bersabda,"apabila seorang anak meninggal,

Allah swt.bertanya kepada malaikat,
"Apakah engkau telah mengambil anak hamba-Ku?"
Mereka menjawab, "ya"
ALLAH SWT berfirman, "Engkau telah mengambil buah hatinya."
Mereka berkata "ya". Allah swt bertanya, "Apakah yg di katakan hamba-Ku?" Malaikat menjawab,"ia memuji-Mu dan berkata inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'un(kami dari Allah dan kepada-Nya kami akan kemabli).
Mendengar hal ini,Allah swt.memerintahkan malaikat-Nya untuk membangun sebuah rumah di surga untuk hamba-Nya tersebut dan dinamakan Istana Surga."(Jami' Tirmidzi).

Dalam hadits lainnya disebutkan bahwa Anas r.a. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.bersabda,"setiap muslim,apabila dua dari anaknya meninggal ketika mereka belum dewasa,Allah swt.akan memasukkannya ke dalam Jannah karena kasih sayang-Nya ke atas mereka."
Read More..

Jumat, 24 Juni 2011

Keajaiban Matematika Sholat & Makna Gerakan Sholat

Keajaiban Matematika Sholat & Makna Gerakan Sholat

Sholat menurut bahasa berarti do’a, sedang menurut istilah adalah suatu bentuk ibadah yang terdiri dari perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Dan telah diwajibkan kepada manusia untuk beribadah kepada Allah Swt (QS.2:21), khusus dalam hal ini terhadap ummat islam yaitu wajib menjalankan sholat wajib 5 (lima) waktu sehari-semalam (17 raka’at). Sholat (baik wajib maupun sunnah) sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia, yang oleh karenanya Allah Swt mengajarkan bila hendak memohon pertolongan Allah Swt yaitu dengan melalui sholat dan dilakukan dengan penuh kesabaran serta sholat dapat mencegah untuk berbuat keji dan munkar. Di bawah ini akan diuraikan tentang sholat-sholat wajib dan sholat-sholat sunnah berikut dengan jumlah raka’at dan waktu pelaksanaanya.



Hitungan Matematika, kenapa orang tidak sholat itu sombong kepada Allah:

Read More..

Rabu, 08 Juni 2011

MAHKAMAH HATI

MAHKAMAH HATI

BUKANKAH kita sering diperingatkan, berani kerana benar, takut kerana salah? Benar itu menjadi sumber keberanian. Salah itu punca ketakutan. Jangan dibiarkan hidup dalam ketakutan, akibat terus menerus melakukan kesalahan.

Bersalah menimbulkan rasa bersalah. Rasa bersalah itu sangat menyeksa selagi tidak ditebus dengan maa
f dan taubat. Bersalah dengan manusia pun sudah cukup meresahkan, apatah lagi bersalah kepada الله.

Mahkamah pengadilan itu ada tiga.
Read More..

Selasa, 07 Juni 2011

KENANGKANLAH SAAT BERPISAH



PERNAHKAH ada kesenangan yang abadi dan hakiki? Tidak ada. Justeru, hiduplah berpada-pada. Hiduplah bagai musafir lalu yang singgah bagaikan dagang di rantau orang. Hatinya tetap merindui kampung halaman. Hiduplah bagai orang yang sedang menyeberangi satu jambatan. Tidak sudi berlama-lama kerana di situ hanya sementara. Kakinya melangkah kencang justeru jiwanya sudah di seberang.

Hidup mesti sederhana kerana dunia ini sementara. Sederhana itu bukan pada ringgit (BiHi: Ringgit adalah matawang Negara Malaysia) dan harta tetapi pada jiwa dan rasa. Jangan terlalu gembira, jangan terlalu berdukacita. Tidak ada kesenangan yang tidak diiringi kesukaran dan tidak ada kesukaran yang tidak diiringi kesenangan. Selepas ketawa, pasti menyusul air mata. Selepas nestapa pasti kegembiraan menjelma. Allah memberikan kita terang … untuk bersyukur. Allah berikan kita gelap … untuk bersabar.

Read More..

Rabu, 01 Juni 2011

kEtIkA wAnItA MeNaNGiS


Ketika wanita menangis,

Itu bukan berarti dia sedang mengeluarkan senjata terampuhnya. Melainkan justru berarti dia sedang mengeluarkan
senjata terakhirnya.

Ketika wanita menangis,

Itu bukan berarti dia tidak berusaha menahannya. Melainkan karna pertahananya sudah tak mampu lagi membendung air matanya.


Ketika wanita menangis,

Itu bukan karna dia ingin terlihat lemah. Melainkan karna dia sudah tak sanggup berpura-pura kuat.


Ketika wanita menangis,

Bukan berarti dia ingin mencari perhatian. Melainkan karna apa yang dia perhatikan telah mengabaikannya.
Read More..

Sabtu, 21 Mei 2011

10 Gangguan Syaitan Semasa Shalat








==>1) Was Was Semasa Melakukan Takbiratul Ihram
Ketika mulai membaca takbiratul ihram :"Allahu Akbar" ,ia ragu apakah takbir yang di lakukannya sudah sah ataukah belum.Sehingga ada yang mengulanginya lagi dengan membaca takbir.Peristiwa tersebut terus menerus terulang ,terkadang sampai imammnya hampir rukuk.
Ibnul Qayyim berkata ,"termasuk tipu daya syaitan yang banyak mengganggu mereka adalah was was dalam bersuci (berwudhu) dan niat atau semasa takbiratul ihram dalam shalat."


==>2) Tidak Khusyuk Semasa Membaca Bacaan Dalam Shalat
Sahabat Rasulullah SAW yakni Uthman bin Abil 'Ash datang kepada Rasulullah dan mengadu ,"Wahai Rasulullah ,sesungguhnya syaitan telah hadir daam shalatku dan membuat bacaanku salah ."
Rasulullah SAW menjawab,"itulah syaitan yang di sebut dengan khinzib .Apabila kamu merasakan kehadirannya ,maka meludahlah ke kiri tiga kali dan berlindunglah kepada ALLAH swt.Akupun melakukan hal itu dan ALLAH swt menghilangkan gangguan itu dariku ."(HR.Muslim)
Read More..

MAKRUHNYA SEORANG BAPAK MELEBIHKAN SEBAGIAN ANAKNYA ATAS YANG LAIN DALAM PPEMBERIAN HADIAH(HIBAH)




Dari an-Nukman Ibn Basyir r.a,sesunggguhnya ayahnya membawanya kepada Rasulullah SAW dan dia berkata :" sesungguhnya aku telah memberikan kepada anakku ini budak kepunyaanku." Maka Rasulullah SAW bertanya :" Apakah semua anakmu kamu berikan seperti apa yang kamu berikan pada anak ini?" Ia menjawab :"Tidak" Maka Rasulullah SAW bersabda :" Kalau begitu ambil kembali (batalkan pemberian itu)!"Dan dalam satu riwayat : "Maka Rasulullah SAW bertanya: " Apakah kamu melakukan hal ini (memberi hadiah) kepada semua anakmu ?"Ia menjawab :" Tidak !"Rasulullah SAW bersabda :" Takutlah kepada ALLAH ,dan berbuat adil lah kepada anak-anakmu!"
maka Ayah kemudian pulang dan membatalkan pemberian itu."


Dan dalam satu riwayat :
Read More..

Selasa, 17 Mei 2011

OH........ AKHWAT



Bismillaahir Rahmaanir Rahiim….

Oh… Akhwat
Wanita anggun pembasmi maks...iat
Busananya rapi menutup aurat
Paling anti pake pakaian ketat
Katanya sich, ini salah satu ciri muslimah yang taat

Oh… Akhwat
Rajin mengaji dan tahajud dimalam yang pekat
Alasannya, biar selamat dunia dan akhirat
Ngga lupa dia doa dan munajat
Agar mendapat teman sejati dalam waktu cepat

Oh… Akhwat
Aktivitasnya begitu padat
Kuliah, organisasi sampe-sampe sehari 3 x ngikutin rapat
Ada juga yang ngajar TPA dan ngajar privat
Demi Allah, semua dilakukan dengan semangat

Oh… Akhwat
Tapi hari ini kok seperti kurang sehat?
Badan lesu dan muka keliatan pucat
Jalannya lunglai dibawah terikan matahari yang menyengat
Ooo.. ternyata dia, magh nya lagi kumat
(Abis… waktu sarapan cuma makan sepotong kue donat!)

Oh… Akhwat
Banyak juga yang berjerawat
Dari yang kecil-kecil sampe yang segede tomat
Padahal sudah nyobain semua sabun dan juga obat
( Sabar… sering wudhu lama2 juga ilang, Wat!)
Lihat Selengkapnyashared by : Mencintai karena Allah " Uhibbuki fillah "
Read More..

Rabu, 11 Mei 2011

WASIAT ROSULULLOH S.A.W. KEPADA AISYAH




Saiyidatuna 'Aisyah r.'a meriwayatkan : Rasulullah SAW bersabda :
"Hai Aisyah, aku berwasiat kepada engkau. Hendaklah engkau senantiasa mengingat wasiatku ini. Sesungguhnya engkau akan senantiasa di dalam kebajikan selama engkau mengingat wasiatku ini..."

Intisari wasiat Rasulullah s.a.w tersebut dirumuskan seperti berikut: Hai, Aisyah, peliharalah diri engkau. Ketahuilah bahwa sebagian besar daripada kaum engkau (kaum wanita) adalah menjadi kayu api di dalam neraka.



Diantara sebab-sebabnya ialah mereka itu :

*
Tidak dapat menahan sabar dalam menghadapi kesakitan (kesusahan), tidak sabar apabila ditimpa musibah
*
tidak memuji Allah Taala atas kemurahan-Nya, apabila dikaruniakan nikmat dan rahmat tidak bersyukur.
*
mengkufurkan nikmat; menganggap nikmat bukan dari Allah


*
membanyakkan kata-kata yang sia-sia, banyak bicara yang tidak bermanfaat.

Wahai, Aisyah, ketahuilah :
Read More..

Jumat, 06 Mei 2011

Dalil-Dalil Utama Salafush-Shalih yang Membolehkan Nyanyian dan Musik (Bagian II)

Ikhwah wa akhwat fiLLAAH a’azzakumuLLAAH, ketika ana menulis tulisan tentang perbedaan pendapat ulama Salaf tentang musik ini, yaitu sebagai bagian dari uraian ilmiah ana, bahwa perbedaan (ikhtilaf) di kalangan Salaf yang disandarkan kepada dalil shahih bisa lebih dari 1 pendapat, dan hendaknya orang-orang yang adil dan berilmu saat meniti jalan salaf tidak mencoba menggiring-giring dan membodoh-bodohi ummat yaitu dengan hanya menyampaikan 1 pendapat hasil tarjih sebagian mereka, kemudian meng-klaim-nya sebagai satu-satunya representasi pendapat Salaf dan memvonis pendapat yang berbeda, namun hendaklah mereka iltizam (komitmen) dengan manhaj Salaf, yaitu menjelaskan semua pendapat dan menghormatinya sepanjang semuanya didasarkan kepada dalil shahih.

Ketika ana sudah mulai menulis, ana ditaqdirkan ALLAAH SWT berkunjung ke Malaysia karena tugas dakwah dengan beberapa asatidz, dan saat ana kesana -dengan izin ALLAAH pula- ana sempat membaca sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Shaleh Kamil yang merupakan gabungan sekaligus intisari, dari berbagai tulisan-tulisan Syaikh Al-Qaradhawi tentang musik, yang diambil dari kitab-kitab beliau Al-Halal wa Al-Haram, Fatawa Al-Mu’ashirah, Malamih Mujtama’ Al-Muslim, Al-Islam wa Al-Fann, dll.

Sungguh kitab tersebut amat padat dan berisi -Semoga ALLAAH SWT membalas kebaikan yang banyak atas jasa Syaikh Shaleh atas juhudnya ini-, maka ana putuskan untuk menyampaikan (ringkasan atas ringkasan) dari buku tersebut untuk ikhwah wa akhwat fiLLAAH disini, karena tidak mungkin semuanya (disamping karena menjaga hak penulis, juga kitab tersebut cukup tebal hampir 500 halaman). Sehingga akan ana sampaikan khulashah pentingnya saja, berikut -sebagaimana biasa- ana lengkapi dengan berbagai muraja’ah takhrij baik terhadap kitab-kitab referensinya di kalangan Salaf maupun takhrij atas hadits-haditsnya semampu ana, semoga semakin menambah manfaatnya bagi ikhwah wa akhwat fiLLAAH semua, wamaa taufiiqii illa biLLAAHi ‘alayHI tawakkaltu wa ilayHI uniib…

Hujjah Kedua Berikut Bantahannya

Read More..

Dalil-Dalil Utama Salafush-Shalih yang Membolehkan Nyanyian dan Musik (Bagian I)

Assalamu ‘alaykum…

Ikhwah wa akhwat fiLLAAH a’azzakumuLLAAH, sebagai salah satu contoh dari pembahasan kita yang lalu tentang berbagai perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyyah-fiqhiyyah yang masing-masing memiliki kekuatan hujjah serta dalil yang shahih, akan ana bahas di sini contoh yang berkaitan dengan masalah nyanyian dan musik..

Di berbagai website dan millist diposting fatwa-fatwa yang ulama mengharamkan nyanyian dan musik, dan ini menurut ana -demi ALLAAH- adalah baik, karena para pemusik akhir-akhir ini sudah banyak yang terjerumus kepada perilaku ghuluww (berlebihan) yang memang diharamkan, bahkan ada pula yang sudah terjatuh kepada syirik karena bait-bait syairnya sudah menyentuh esensi tauhid kepada ALLAAH Yang maha Tinggi lagi Maha Esa..

Tetapi yang menjadi masalah, adalah jika hal ini kemudian dianggap sudah qath’iy (pasti kebenarannya) lalu celaan dan vonis dilontarkan seolah-olah masalah ini sudah muttafaq-‘alayh (disepakati kebenarannya) di kalangan kaum Salaf, kemudian yang lebih parah hal inipun diikuti dengan tuduhan-tuduhan muttabi’ul-hawa’ (para pengikut hawa nafsu), ‘abdul-kuffar (pengabdi orang kafir) oleh sebagian kaum juhala’ terhadap fatwa para ulama yang berbeda dalam masalah ini, maka ini sikap seperti ini adalah telah menyimpang dan harus diluruskan..

Ikhwah wa akhwat a’anakumuLLAAH, jika kalangan ulama mujtahidun masing-masing mereka bersikap keras dan tegas dengan pendapatnya masing-masing, maka yang demikian itu memang dibolehkan, karena hal demikian adalah demi untuk menegakkan hujjah dan menjelaskan dalil masing-masing pihak di antara mereka, dan yang demikian ini biasa di kalangan salaf, tapi jika sikap ini kemudian diikuti oleh para pengikutnya, maka hal ini hanyalah menunjukkan kebodohan dan lemahnya ilmu serta rendahnya akhlaq belaka..

Mengapakah para muqallidin (pengikut) ini ikut-ikutan bersikap-keras dan mencela serta memvonis? Apakah mereka sedang menegakkan hujjah, maka hujjah apakah itu namanya, jika cuma bisa meng-copy fatwa Syaikh Fulan dan ustaz Fulan? Siapakah mereka sehingga berani menyalahkan ulama mujtahid yang berbeda dengan mereka, yang pendapatnya juga disandarkan kepada dalil yang shahih? Tidaklah hal yang demikian ini kecuali hanya menunjukkan tong kosong yang berbunyi nyaring dan juga berakhlaq kering, salaamun ‘alaykum laa nabtaghil jaahiliin..

Arti Bahasa

Nyanyian/lagu (الغناء / dengan huruf ‘ghin’ yang ber-harakat kasrah): diartikan melebihkan/memperindah[1] sebagaimana dalam hadits “Bukan golonganku orang yang tidak melebihkan/memperindah suara saat membaca Al-Qur’an[2]”; juga diartikan suara, keindahan dan kecantikan[3]; nyanyian, tabuhan, senandung/nasyid, bacaan yang nyaring dan merdu[4] sebagaimana dalam hadits: “Tidaklah ALLAAH SWT lebih menyukai sesuatu daripada mendengar bacaan Nabi-NYA yang membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu[5]” Atau dalam hadits lainnya: “Hiasilah Al-Qur’an itu dengan suaramu, karena suara yang indah akan menambahkan keindahan Al-Qur’an”[6]; juga bermakna alat musik[7] juga Sya’ir[8] sebagaimana yang dilakukan Al-Hasan bin Tsabbit ra ahli sya’ir di masa nabi SAW; tapi ia juga bisa bermakna (اللهو/melalaikan), sebagimana dalam ayat (لهو الحديث)[9] atau dalam ayat yang lain (اولهوا)[10]. Jadi nampak jelaslah bahwa ia memiliki dua makna yang berbeda, makna yang baik (sebagaimana dalam hadits-hadits di atas) maupun makna yang yang buruk (sebagaimana dalam ayat-ayat di atas), sehingga membawa makna yang hakiki hanya pada satu makna saja, hanyalah sebuah kezhaliman belaka.

Dalil-Dalil Al-Qur’an yang Dianggap Mengharamkan dan Bantahannya

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.[11]”

Ada atsar shahih dari Ibnu Mas’ud ra yang bersumpah dengan berkata: “Demi ALLAAH maksudnya adalah nyanyian.[12]” Sebagian ulama salaf menyebutkan bahwa tafsir sahabat ra sederajat dengan hadits marfu’, demikian pendapat Al-Hakim dan Ibnul Qayyim[13], sehingga tafsir ini dianggap merupakan satu-satunya tafsir atas ayat tersebut.

Pendapat ini dibantah oleh sebagian ulama Salaf lainnya, bahwa pendapat tafsir sahabat ra sederajat dengan hadits marfu’ tidak benar kecuali jika mengenai sabab-nuzul ayat saja, karena seringkali antara seorang sahabat ra dengan sahabat ra yang lain berbeda pendapat dalam menafsirkan sebuah ayat, maka bagaimana mungkin disetarakan dengan hadits marfu’[14]?

Diantara mereka yang tidak setuju dengan pendapat tafsir sahabat ra sederajat dengan hadits marfu’ ini adalah Imam Ibnu Hazm beliau –rahimahuLLAAH- berhujjah sbb: 1) Tidak ada seorangpun yang pendapatnya ma’shum kecuali Nabi SAW, 2) Tafsiran tersebut berbeda dengan tafsiran sahabat ra dan tabi’in yang lainnya, 3) Nash ayat itu sendiri sudah membantah hujjah mereka sendiri.

Ana berkata: Benarlah apa yang dikatakan Imam Ibnu Hazm tersebut, berkaitan dengan point (2) yang dikatakannya misalnya, tafadhal dilihat dalam tafsir Ulama Salaf atas ayat tersebut, bahwa terjadi perbedaan pendapat tentang makna ayat ini, ada yang berpendapat maknanya adalah “nyanyian dan musik[15]”; ada yang berpendapat maknanya adalah “kata-kata yang batil” ada yang berpendapat maknanya adalah “syirik”[16]. Bahkan Syaikhul Mufassir di kalangan Ulama Salaf sendiri, yaitu Imam At-Thabari setelah menyebutkan perbedaan pendapat tentang tafsir ayat ini berkata: “Yang benar menurut pendapatku adalah: Segala sesuatu perkataan yang melalaikan dari jalan ALLAAH, maka semua itu yang termasuk yang dilarang oleh ALLAAH dan Rasul-NYA, karena ALLAAH SWT menjelaskan dengan lafzh yang umum (‘amm) dan IA tidak mengkhushuskannya dengan sesuatu pun, maka ia tetap pada keumumannya sampai adanya dalil tentang pengkhushusan maknanya, maka baik itu musik, atau syirik semuanya bisa saja menjadi maknanya.[17]” SELESAI KUTIPAN DARI IMAM AT-THABARI

Adapun berkaitan dengan hujjah ke (3) yang dikatakannya juga benar –dengan izin ALLAAH, insya ALLAAH- karena ayat tersebut mengancam pelakunya menjadi kufr biduni khilaf (kafir tanpa khilaf lagi), sementara tidak ada keterangan Salaf yang menyatakan bahwa bermain musik menjadikan pelakunya menjadi kafir sebagaimana ancaman dalam ayat ini[18], Imam Ibnu Athiyyah juga berpendapat kafirnya pelaku dalam ayat ini[19], Imam Ar-Razi menyatakan bahwa demikian jahatnya pelaku yang dicela dalam ayat ini, karena mereka bersifat: (1) Menjual ayat ALLAAH dengan harga murah, (2) Bersikap sombong luar-biasa, yang dicirikan dengan kalimat (مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْها) takabbur yang sangat, (3) Hati yang keras membatu tidak bisa menerima kebenaran (كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا)[20]; maka kesemuanya itu tidak mungkin dikarenakan hanya karena ia adalah seorang pemusik atau ia suka mendengarkan musik. WaliLLAAHil hamdu wal minah..

(Bersambung insya ALLAAH tabaraka wa ta’ala…)

___
Catatan Kaki:

[1] Al-Muhith fil Lughah, I/421

[2] HR Bukhari, Bab Man Lam Yataghanna bil Qur’an, XVII/20

[3] Jamharah Al-Lughah, II/108; juga II/27

[4] Al-Mukhashshish, I/178

[5] HR Muslim, Bab Istihbab Tahsinu Shaut, V/204

[6] HR Al-Hakim, I/575; Abu Daud no. 1320; Ibnu Sa’ad, VI/90; dan di-shahih-kan oleh Albani dalam Ash-Shahihah, II/414

[7] Al-Mu’jam Al-Wasith, II/241

[8] Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’, I/335

[9] QS Luqman, 31/6

[10] QS Al-Jum’ah, 62/11

[11] QS Luqman, 31/6

[12] HR Al-Baihaqi, dalam Al-Kubra’, X/223

[13] Ighatsatu Lahfan, I/258-259

[14] Al-Muhalla, IX/10

[15] Tafsir At-Thabari, XX/126

[16] Ibid, XX/129

[17] Ibid, XX/130

[18] Ana katakan: Bahkan ahlul-hadits setingkat Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya yang terkenal tentang dosa2 besar, yaitu Al-Kaba’ir tidak memasukkan nyanyian dan musik sebagai dosa besar yang mengkafirkan pelakunya, maka bagaimana ia bisa menjadi penyebab kekafiran sebagaimana diancam oleh ayat ini? Bahkan Imam Ibnul Qayyim yang mengharamkan nyanyian-pun menyatakan bahwa sifat2 dalam ayat ini tidak akan ada kecuali kepada orang yang amat kufur kepada ALLAAH (Lih. Penjelasannya dalam kitabnya Ighatsatu Lahfan, I/259). Fa’tabiru ya ulil albab..

[19] Al-Wajiz, XI/484

[20] Al-Kabir, XIII/141-142

Sumber : http://www.al-ikhwan.net/dalil-dalil-ulama-salafus-shalih-yang-membolehkan-nyanyian-dan-musik-bagian-i-159/
Read More..

Hukum Nasyid


sebelumya silahkan baca ini:

http://inginsholehah.blogspot.com/2011/05/dalil-dalil-utama-salafush-shalih-yang.html
dan
http://inginsholehah.blogspot.com/2011/05/dalil-dalil-utama-salafush-shalih-yang_06.html


Soal:

Bagaimana hukum terhadap nasyid yang sekarang ini beredar dan berkembang di tengah-tengah masyarakat (ikhwan dan akhwat). Jika diperbolehkan, apa syarat dan dalilnya apa? Tolong juga sertakan fatwa-fatwa para ulama tentangnya.

Jawab:

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu kami sampaikan bahwa mayoritas ulama -termasuk imam empat- berpendapat haramnya memainkan alat musik. Bahkan dalam hal ini tidak diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan Salaf. Walapun ada sebagian Khalaf membolehkannya, namun yang benar adalah pendapat Salaf. Di antara dalil yang mereka bawakan ialah:

Dari Abdurrahman bin Ghanm Al Asy'ari, dia berkata: Abu 'Amir atau Abu Malik Al Asy'ari telah menceritakan kepadaku, demi Allah dia tidak berdusta kepadaku, dia telah mendengar Nabi bersabda, "Benar-benar akan ada beberapa kelompok orang dari umatku akan menghalalkan kemaluan, sutera, khamr, dan alat-alat musik. Dan beberapa kelompok orang benar-benar akan singgah ke lereng sebuah gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang miskin mendatangi mereka untuk satu keperluan, lalu mereka berkata, 'Kembalilah kepada kami besok'. Kemudian Allah menimpakan siksaan kepada mereka pada waktu malam, menimpakan gunung (kepada sebagian mereka), dan merubah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi sampai hari kiamat."[Hadits shahih, riwayat Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Asyribah; dan lainnya).

Ibnu Hazm men-dhaifkan hadits ini -dan diikuti oleh sebagian orang sekarang- dengan anggapan, bahwa sanad hadits ini terputus antara Bukhari dengan Hisyam bin 'Ammar.
Hal ini tidak benar, karena Hisyam adalah syaikh (guru) Imam Bukhari. Selain itu banyak perawi lain yang mendengar hadits ini dari Hisyam. [Lihat Tahrim Alat Ath Tharb, hal. 38-51, karya Syaikh Al Albani.]

Maka jika nasyid itu diiringi alat musik, maka hukumnya haram. Permainan alat musik yang dikecualikan dari hukum haram, hanyalah rebana yang dimainkan oleh wanita pada saat hari raya atau sewaktu walimah pernikahan. Dengan syarat, isi nyanyiannya tidak mengandung kemungkaran atau mengajak kepada kemungkaran

Adapun nasyid yang tidak diringi alat musik, maka di bawah ini diantara fatwa para ulama sekarang:

Pendapat Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani

Beliau membicarakan masalah nasyid ini dalam kitab Tahrim Alat Ath Tharb, hal. 182-182. Sebelum menyampaikan masalah nasyid, beliau menjelaskan tentang nyanyian Shufi. Karena eratnya hubungan antara keduanya. Kami akan meringkas pokok-pokok yang disampaikan Syaikh tentang nyanyian Shufi. Kemudian, kami akan menukilkan penjelasan Beliau tentang nasyid.

Beliau menyatakan, bahwa kita tidak boleh beribadah kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah, sebagai realisasi syahadat Laa ilaaha illa Allah. Dan kita tidak boleh beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah, kecuali dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah sebagai realisasi syahadat Muhammad Rasulullah. Dan kecintaan Allah hanya dapat diraih dengan mengikuti Nabi Muhammad.

Kemudian beliau berkata, "Jika hal ini telah diketahui, maka berdasarkan sabda Nabi: Agama itu nasihat. [HR Muslim dari Tamim Ad Dari.] Aku merasa berkewajiban mengingatkan saudara-saudara kami yang tertimpa musibah (karena) memperdengarkan atau mendengarkan nyanyian Shufi, atau yang mereka sebut 'nasyid-nasyid keagamaan', dengan nasihat sebagai berikut:

Pertama. Termasuk perkara yang tidak diragukan dan tidak samar oleh seorang 'alim-pun, dari kalangan ulama kaum muslimin yang mengetahui dengan sebenarnya terhadap fiqih Al Kitab dan As Sunnah, serta manhaj Salafush Shalih. Bahwa nyanyian Shufi merupakan perkara baru, tidak dikenal pada generasi-generasi yang disaksikan kebaikannya. [Yaitu generasi sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in.]

Kedua. Sesungguhnya, termasuk perkara yang sudah diterima (perkara pasti) di kalangan ulama, bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah.

Ketiga. Termasuk perkara yang pasti di kalangan ulama, (yaitu) tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah dengan cara-cara yang tidak disyari'atkan oleh Allah, walaupun pada asalnya hal itu disyari'atkan. Contohnya: adzan untuk shalat dua hari raya (padahal disyari'atkan adzan hanyalah untuk shalat wajib-pen); shalat raghaib; shalawat di saat bersin; dan lain-lain.

Jika (ketiga) hal itu telah diketahui, maka mendekatkan diri kepada Allah dengan perkara yang diharamkan Allah (seperti orang-orang Shufi yang bermain musik untuk mendekatkan diri kepada Allah, pen.) lebih utama sebagai hal yang diharamkan, bahkan sangat diharamkan. Karena dalam masalah tersebut terdapat penyelisihan dan penentangan terhadap syari'at. Bahkan, pada nyanyian Shufi terdapat perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir; dari kalangan Nashara dan lainnya.

Oleh karena itu para ulama -dahulu dan sekarang- sangat keras mengingkari mereka." [Diringkas dari kitab Tahrim Alat Ath Tharb, hal. 158-163.]

Kemudian Syaikh Al Albani menukilkan perkataan para ulama yang mengingkari nyanyian Shufi tersebut. Setelah itu beliau menjelaskan masalah nasyid, dengan menyatakan,"Dari fashl ke tujuh, telah jelas (tentang) sya'ir yang boleh dinyanyikan dan yang tidak boleh. Sebagaimana telah jelas pada (keterangan) yang sebelumnya, tentang haramnya semua alat musik, kecuali rebana untuk wanita pada hari raya dan pernikahan.

Dan dari fashl yang terakhir telah jelas, bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah, kecuali dengan apa yang telah di-syari'atkan Allah. Maka, bagaimana mungkin dibolehkan mendekatkan diri kepadaNya dengan sesuatu yang diharamkan?

Oleh karena itulah, para ulama mengharamkan nyanyian Shufi. Sangat keras pengingkaran mereka terhadap orang-orang yang menghalalkannya.

Jika pembaca dapat mengingat-ingat prinsip-prinsip yang kokoh ini di dalam fikirannya. Maka, jelaslah baginya -dengan sangat nyata- bahwa tidak ada perbedaan hukum antara nyanyian Shufi dengan nasyid-nasyid keagamaan.

Bahkan terkadang, dalam nasyid-nasyid ini terdapat cacat yang lain. Yaitu, nasyid didendangkan dengan irama lagu-lagu tak bermoral, mengikuti kaidah-kaidah musik dari Barat atau Timur, yang dapat membawa pendengar untuk bergoyang, berdansa, dan melewati batas. Sehingga tujuannya ialah irama dan goyang, bukan semata-mata nasyidnya. Hal seperti ini merupakan penyelewengan yang baru. Yaitu menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak tahu malu.

Di sebalik itu, juga memunculkan penyimpangan lain. Yaitu menyerupai orang-orang kafir dalam berpaling dan meninggalkan Al Qur'an. Sehingga mereka masuk ke dalam keumuman pengaduan Rasulullah kepada Allah tentang kaumnya, sebagaimana dalam firman Allah,

Berkatalah Rasul,"Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS Al Furqan:30).

Aku (Syaikh Al Albani) benar-benar selalu ingat dengan baik. Ketika aku berada di Damaskus -dua tahun sebelum hijrahku ke sini (Amman, Yordania)- ada sebagian pemuda muslim mulai menyanyikan nasyid-nasyid yang bersih (dari penyimpangan). Hal itu dimaksudkan untuk melawan nyanyian Shufi (yang menyimpang), seperti qasidah-qasidah Al Bushiri dan lainnya. Nasyid-nasyid itu direkam pada kaset. Kemudian tidak berapa lama, nasyid-nasyid itu diiringi dengan pukulan rebana. Untuk pertama kalinya, mereka mempergunakannya pada perayaan-perayaan pernikahan, dengan landasan bahwa rebana dibolehkan pada pernikahan.

Kemudian kaset itupun menyebar dan digandakan menjadi banyak kaset. Dan itupun tersebar penggunaannya di banyak rumah. Mulailah mereka mendengarkannya malam dan siang, baik ada acara ataupun tidak. Jadilah hal itu hiburan dan kebiasaan mereka. Tidaklah hal itu terjadi, kecuali karena dominasi hawa-nafsu dan kebodohan terhadap tipuan-tipuan syaitan. Sehingga syaitan memalingkan mereka dari memperhatikan dan mendengarkan Al Qur'an, apalagi mempelajarinya. Jadilah Al Qur'an sebagai sesuatu yang diacuhkan, sebagaimana tersebut di dalam ayat yang mulia tadi.

Al Hafidz Ibnu Katsir berkata di dalam tafsirnya 3/317, "Allah berfirman memberitakan tentang RasulNya, NabiNya, Muhammad, bahwa beliau berkata,'Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan,' hal itu karena orang-orang musyrik tidak mau mendengar Al Qur'an dan mendengarkannya; Sebagaimana Allah berfirman,

Dan orang-orang yang kafir berkata,"Janganlah kamu mendengar Al Qur'an ini dengan sungguh-sungguh dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya … " (QS Fushshilat:26).

Kebiasaan orang-orang musyrik dahulu, jika dibacakan Al Qur'an, mereka memperbanyak kegaduhan dan pembicaraan tentang selain Al Qur'an. Sehingga mereka tidak mendengarnya. Maka, ini termasuk sikap mereka yang mengacuhkannya, tidak mengimaninya. Tidak meyakini Al Qur'an termasuk mengacuhkannya. Tidak merenungkan dan memahami Al Qur'an termasuk mengacuhkannya. Tidak mengamalkan Al Qur'an, tidak menjalankan perintahnya, dan tidak menjauhi larangannya, termasuk mengacuhkannya. Dan menyimpang dari Al Qur'an kepada selainnya, yang berupa sya'ir, pendapat, nyanyian, permainan, perkataan, atau jalan (teori) yang diambil dari selainnya, termasuk mengacuhkan Al Qur'an.

Maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Pemurah, Pemberi karunia, Yang Maha Kuasa terhadap apa yang Dia kehendaki, agar membersihkan kita dari apa-apa yang Dia murkai. Memudahkan kita mengamalkan apa yang Dia ridhai. Berupa menjaga kitabNya, memahaminya, dan melaksanakan kandungannya, pada waktu malam dan siang, sesuai dengan maksud yang Dia cintai dan ridhai. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah dan Pemberi."[Sampai disini nukilan dari Ibnu Katsir, sekaligus selesailah perkataan Syaikh Al Albani. Tahrim Alat Ath Tharb, hal.182-182]

Pendapat Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan ditanya masalah ini, dengan teks pertanyaan sebagai berikut: Banyak pembicaraan tentang nasyid-nasyid Islami. Disana ada orang yang memfatwakan tentang bolehnya. Dan ada juga yang menyatakan, bahwa nasyid-nasyid Islami itu sebagai ganti kaset-kaset lagu-lagu. Maka, bagaimanakah pendapat anda (wahai Syaikh) yang terhormat?

Beliau menjawab,Penamaan ini tidak benar. Itu merupakan penamaan yang baru. Tidak ada yang dinamakan nasyid-nasyid Islami di dalam kitab-kitab Salaf, dan para ulama yang perkataannya terpercaya. Yang telah dikenal, bahwa orang-orang Shufi-lah yang telah menjadikan nasyid-nasyid sebagai agama bagi mereka. Itulah yang mereka namakan dengan samaa'.

Pada zaman kita, ketika banyak golongan-golongan dan kelompok-kelompok, jadilah setiap kelompok memiliki nasyid-nasyid pemberi semangat. Mereka terkadang memberinya nama dengan nasyid-nasyid Islami. Penamaan ini tidak benar. Berdasarkan ini, maka tidak boleh memiliki nasyid-nasyid ini ataupun meramaikannya di tengah-tengah orang banyak. Wabillahit taufiq.[Majalah Ad Da'wah, no. 1632, 7 Dzulqa'dah 1418. Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 37]

Pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya:

Apa hukum mendengarkan nasyid-nasyid? Bolehkah seorang da'i mendengarkan nasyid-nasyid Islami?

Beliau menjawab:

Aku sudah lama mendengar nasyid-nasyid islami, dan tidak ada padanya sesuatu yang harus dijauhi. Tetapi, akhir-akhir ini aku mendengarnya, lalu aku mendapatinya (telah) dilagukan dan didendangkan menurut irama lagu-lagu yang diiringi musik. Maka nasyid-nasyid dalam bentuk seperti ini, aku tidak berpendapat: orang boleh mendengarkannya.

Namun, jika nasyid-nasyid itu spontanitas, dengan tanpa irama dan lagu, maka mendengarkannya tidak mengapa. Tetapi dengan syarat, tidak menjadikannya kebiasaan selalu mendengarkannya.

Syarat yang lain. Janganlah menjadikan hatinya (seolah) tidak memperoleh manfaat, kecuali dengannya, dan tidak mendapatkan nasihat kecuali dengannya. Karena dengan menjadikannya kebiasaan, maka ia telah meninggalkan yang lebih penting. Dan dengan tidak memperoleh manfaat, serta tidak mendapatkan nasihat kecuali dengannya, berarti ia menyimpang dari nasihat yang paling agung. Yaitu, apa-apa yang tersebut di dalam kitab Allah dan Sunnah RasulNya.

Jika terkadang ia mendengarkannya (nasyid yang tidak mengandung larangan), atau ketika ia sedang menyopir mobilnya di perjalanan, dan ingin menghibur dalam perjalanan, maka ini tidak mengapa.[Kitab Ash Shahwah Al Islamiyyah, hal. 123. Disusun Abu Anas Ali bin Hasan Abu Luz; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 39]

Di tempat lain beliau berkata,Melagukan nasyid Islam adalah melagukan nasyid yang bid'ah, yang diada-adakan oleh orang-orang Shufi. Oleh karena inilah sepantasnya meninggalkannya, dan beralih kepada nasihat-nasihat Al Qur'an dan As Sunnah.

Demi Allah, kecuali jika hal itu pada tempat-tempat peperangan untuk mengobarkan keberanian dan jihad fii sabilillah, maka ini baik. Jika nasyid itu diiringi dengan rebana (apalagi alat musik yang lain-pen), maka hal itu lebih jauh dari kebenaran. [Dari Fatawa Aqidah, hal. 651, no: 369, Penerbit Maktabah As Sunnah; Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 40.]

Pendapat Syaikh Ahmad bin Yahya bin Muhammad An Najmi

Beliau berkata,Kritikan ke sembilan belas (terhadap manhaj-manhaj dakwah yang ada di kalangan kaum muslimin, pen); Memperbanyak nasyid-nasyid, pada waktu malam dan siang, dan menyanyikannya. Yaitu melagukannya.

Aku tidak mengharamkan mendengarkan sya'ir, karena Nabi pernah mendengarkannya. Tetapi mereka itu -dalam masalah nasyid- meniti jalan orang-orang Shufi dalam nyanyian mereka -yang menurut anggapan mereka- membangkitkan perasaan.

Ibnul Jauzi telah menyebutkan di dalam kitab Naqdul Ilmi wal Ulama, hal. 230, dari Asy Syafi'i yang berkata,'Aku meninggalkan Iraq, (sedangkan di sana) ada sesuatu yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang munafiq, menyimpang). Mereka menyibukkan manusia dengannya dari Al Qur'an. Mereka menamakannya dengan taghbiir.'

(Ibnul Jauzi menyatakan) Abu Manshur Al Azhari mengatakan, "Al Mughbirah ialah satu kaum yang mengulang-ulang dzikrullah, doa, dan permohonan (kepada Allah). Sya'ir tentang dzikrullah yang mereka nyanyikan disebut taghbiir. Seolah-olah ketika orang banyak menyaksikan sya'ir-sya'ir yang dilagukan itu, mereka bergoyang dan berdansa. Maka, merekapun dinamakan mughbirah dengan makna ini."

Az Zujaj berkata,'Mereka dinamakan mughbirin (orang-orang yang melakukan taghbiir), karena mereka mengajak manusia zuhud dari barang fana di dunia ini, dan mendorong mereka tentang akhirat.'

Aku (Syaikh Ahmad bin Yahya) katakan: Perkara orang-orang Shufi itu mengherankan. Mereka menyangka mengajak manusia zuhud di dunia ini dengan nyanyian, dan mendorong mereka tentang akhirat dengan nyanyian. Apakah nyanyian itu menyebabkan zuhud di dunia ini, dan mendorong masalah akhirat? Atau sebaliknya itu yang benar?!

Aku tidak ragu, dan semua orang yang memahami dari Allah dan Rasul-Nya tidak meragukan. Bahwasanya nyanyian hanyalah akan mendorong kepada dunia dan menjadikan zuhud terhadap akhirat, juga merusak akhlak.

Dengan tambahan, jika mereka niatkan untuk mendorong tentang akhirat, maka hal itu ibadah. Sedangkan ibadah, jika tidak disyari'atkan oleh Allah dan RasulNya, maka merupakan bid'ah yang baru. Oleh karena inilah kami katakan: Sesungguhnya nasyid-nasyid adalah bid'ah. [Dari kitab beliau Al Mauridul 'Adzbil Zilal, hal. 196, diberi pengantar oleh Syaikh Rabi' bin Hadi dan Syaikh Shalih Al Fauzan. Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 42-43.]

Pendapat Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Asy Syaikh

Adapun mendengarkan nyanyian-nyanyian yang dilagukan dan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud; inilah yang dinamakan pada zaman dahulu dengan taghbiir. Hal itu, sejenis memukul kulit dan menyanyikan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud. Dilakukan oleh sekelompok orang-orang Shufi untuk menyibukkan manusia dengan qasidah-qasidah yang mendorong kepada negeri akhirat dan zuhud di dunia, meninggalkan nyanyian (umum), kemaksiatan, dan semacamnya.

Para ulama telah mengingkari taghbiir dan mendengarkan qasidah-qasidah yang dilagukan, yakni dengan lagu-lagu bid'ah. Lagu-lagu orang-orang Shufi yang menyerupai nyanyian. Para ulama memandangnya termasuk bid'ah. Alasan, bahwa hal itu bid'ah, (sudah) jelas. Karena hal itu ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Padahal sudah diketahui, bahwa mendekatkan diri kepada Allah tidak boleh kecuali dengan apa yang Dia syari'atkan. Inilah qasidah-qasidah yang dilakukan pada zaman dahulu. Dan pada zaman sekarang diambil oleh orang-orang Shufi. Ini adalah bid'ah, yang diada-adakan. Tidak boleh melembutkan hati dengannya. [Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 44.]

Pendapat Syaikh Bakr Abu Zaid

Beribadah dengan sya'ir dan bernasyid dalam bentuk dzikir, doa, dan wirid-wirid merupakan bid'ah yang baru. Pada akhir-akhir abad dua hijriyah, orang-orang zindiq memasukkannya ke dalam kaum muslimin di kota Baghdad dengan nama taghbiir. Asalnya dari perbuatan Nashara dalam peribadahan-peribadahan mereka yang bid'ah dan nyanyian-nyanyian mereka.

Bahkan jelas bagiku, bahwa beribadah dengan menyanyikan sya'ir, mengucapkannya sebagai mantra, termasuk warisan-warisan paganisme Yunani sebelum diutusnya Nabi Isa. Karena kebiasaan orang-orang Yunani dan orang-orang musyrik yang lain mendendangkan nyanyian permohonan perlindungan dan mantra-mantra kepada Hurmus di majelis-majelis dzikir.

Maka lihatlah, bagaimana bid'ah ini menjalar kepada orang-orang Shufi yang bodoh dari kalangan kaum muslimin dengan sanad paling rusak yang dikenal dunia, yaitu orang zindiq, dari orang Nashrani, dari orang musyrik. Setelah ini, bolehkah seorang muslim menjadikan nasyid sebagai wirid, tugas dalam dzikir, hijb, dan mantra? [Dari kitab Tash-hihud Du'a, hal. 96; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 45.]

Sebelumnya, beliau juga menyebutkan bid'ah-bid'ah yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang berdzikir dan berdoa, sebagai berikut:

* Bergoyang, bergerak, dan bergoncang di saat dzikir dan doa, sebagaimana perbuatan orang-orang Yahudi.

* Dzikir dan doa dengan lagu-lagu dan irama-irama, sebagaimana perbuatan orang-orang Yahudi.

* Dzikir dan doa dengan keras dan teriakan, sebagaimana perbuatan orang-orang Shufi yang sesat.

* Beribadah dengan sya'ir dan bernasyid, sebagaimana perbuatan orang-orang Shufi yang sesat.

* Tepuk tangan bersama dzikir dan doa, sebagaimana perbuatan orang-orang musyrik, dan orang-orang Shufi yang sesat mengambil dari mereka.[Dari kitab Tash-hihud Du'a, hal. 78; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 46.]

Demikianlah diantara fatwa-fatwa ulama tentang nasyid. Semoga bermanfaat untuk kita semua.

(sumber: Majalah As Sunnah Edisi 12/Tahun VI/1423H-2003M)
http://www.salafyoon.net/fiqih/hukum-nasyid-1.html
http://www.salafyoon.net/fiqih/hukum-nasyid-2.html

Semoga bermanfaat....



Catatan Terkait:

BENARKAN NABI BERNASYID..?
http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest&note_id=10150220015025175

BAGAIMANA HUKUM NYANYIAN & ALAT MUSIK DALAM ISLAM?
http://www.facebook.com/note.php?saved&&note_id=198776715174
Read More..
Design by Zulfa Visit me on Facebook